TIKUS
termasuk hama kedua terpenting pada tanaman padi di Indonesia. Karena
kehilangan hasil produksi akibat serangan hama tikus cukup tinggi.
Usaha
untuk mengendalikan ‘si monyong’ tikus ini sudah banyak dilakukan oleh para
petani, mulai dari sanitasi, kultur teknik, fisik, cara hayati, mekanik dan
kimia. Namun diakui, bahwa cara-cara pengendalian tersebut belum dilakukan
secara terpadu, sehingga harapan untuk menekan populasi tikus pada tingkat yang
tidak merugikan ternyata sulit dicapai.
Pengendalian
hama secara terpadu (PHT) ini akan terlaksana dengan baik bila petani
menghayati konsep dasarnya dan menguasai berbagai cara pengendalian ke dalam
suatu program yang sesuai dengan jenis organisme pengganggu dan ekosistem
pertanian di tempat tersebut.
Konsep pengendalian hama terpadu sebenarnya sudah dikenal sejak tahun 1947-an, meskipun sebelumnya penanggulangan hama dengan jalan memadukan beberapa pengendalian sudah dilaksanakan.
Konsep pengendalian hama terpadu sebenarnya sudah dikenal sejak tahun 1947-an, meskipun sebelumnya penanggulangan hama dengan jalan memadukan beberapa pengendalian sudah dilaksanakan.
LANGKAH AWAL
PHT
dapat didefinisikan sebagai cara pengendalian dengan memasukkan beberapa cara
pengendalian yang terpilih dan serasi serta memperhatikan segi ekonomi, ekologi
dan toksikologi sehingga popilasi hama berada pada tingkat yang secara ekonomi
tidak merugikan. Artinya, bahwa PHT bertujuan untuk menekan populasi hama
sampai pada tingkat yang tidak merugikan, pengelolaan kelestarian alam dan
optimasi produksi pertanian.
Secara
teoritis, tikus mampu berkembang biak menjadi 1.270 ekor per tahun dari satu
pasang ekor tikus saja. Perkembangan tikus dialam banyak dipengaruhi faktor
lingkungan, terutama ketersediaannya sumber makanan dan populasi tikus akan
meningkat berkaitan dengan puncak pada masa generatif.
Kegiatan
tikus lebih aktif pada malam hari dan kegiatan hariannya sangat teratur mulai
dari mencari makanan,minum,mencari pasangan sampai orientasi kawasan. Untuk menghindari
dari lingkungan yang tidak menguntungkan, tikus biasanya membuat sarang pada
daerah lembab dekat dengan sumber air dan makanan seperti di batang pohon, sela-sela
batu, gili-gili irigasi, tanggul dsb.
PHT YANG TEPAT & EFEKTIF
Pengendalian
tikus sawah harus dimulai secara diri, yakni dimulai pada saat sawah bera
(setelah panen),pada masa gevetatif dan masa generatif. Pengendalian hama tikus
pada saat sawah bera bias dilakukan dengan 5 cara sebagai berikut:
* sanitasi
lingkungan, pembersihan rumput rumput atau semak-semak yang biasa digunakan
tikus untuk bersarang
*
* s cara
fisik dan mekanik, dengan gropyokan secara massal
* scara
kultur teknik, penanaman secara serempak diareal yang sama
* scara
biologi/hayati, pemanfaatan musuh alami seperti ular, anjing, pemanfaatan dan
pelestarian burung hantu Tyto Alba.
* memasang
tirai persemaian pada saat padi dipersemaian.
RODENTISIDA
Pengendalian tikus pada saat padi pada masa gevetatif dilakukan secara sanitasi lingkungan dan kimia (Rodentisida), karena pada masa vegetatif tikus sudah mulai melakukan penyerangan. Cara rodentisida dilakukan bila populasi tikus yang tinggi.
Rodentisida
yang biasa digunakan adalah racun akut (czincposphide diberikan dengan cara
diumpankan dengan dosis 22 gram per hektar dicampur umpan sebanyak 2,5 kg), dan
racun anti-koagulan, yakni klerat, RMB dan lainnya yang siap pakai yang
penggunaannya dengan rodentisida akut.
Pengendalian
hama tikus ketika generative yang lebih baik dan efektif adalah dengan
pengemposan jika cara rodentisida tidak berhasil. Hal ini disebabkan pada masa
generatif makanan berlimpah sehingga umpan yang beracun tidak akan dimakannya.
Adapun
cara pengemposan dilakukan dengan menggunakan asap atau gas beracun yakni hasil
pembakaran serbuk belerang bersama merang atau sabut kelapa dengan perbandingan
1: 1,5 kemudian dimasukkan ke dalam liang yang menjadi sarang tikus.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar